Daftar Isi

Tajuk

Gaduh Seleksi PPPK Guru

Rekrutmen guru melalui jalur Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) terus memicu kegaduhan. Seleksi PPPK untuk guru menuai protes dari sejumlah penyelenggara lembaga pendidikan swasta, termasuk Muhammadiyah. Protes ini disebabkan banyak guru terbaik dari sekolah swasta migrasi ke sekolah negeri setelah lolos seleksi PPPK. Bagi guru-guru swasta yang lolos seleksi, kesuksesan itu merupakan kebahagiaan tak terhingga. Terbayang dalam pikiran mereka akan memperoleh kesejahteraan lebih baik. Mereka juga
berkesempatan untuk mengabdi di sekolah negeri. Kebahagiaan guru-guru itu berbanding terbalik dengan
perasaan penyelenggara lembaga pendidikan swasta. Sekolah swasta yang diselenggarakan berbagai komunitas masyarakat pasti merasa kehilangan. Apalagi guru-guru swasta yang migrasi ke sekolah negeri merupakan pendidik yang mapan dengan pengabdian lama. Dapat dibayangkan, betapa sulitnya mencari guru pengganti di tengah proses pembelajaran sedang berlangsung. Apalagi jika guru-guru itu pengampu mata pelajaran dengan keahlian khusus. Ironinya, di sekolah tertentu jumlah guru yang lolos seleksi PPPK mencapai puluhan. Bahkan, ada juga kepala sekolah swasta yang migrasi ke sekolah negeri karena lolos seleksi PPPK. Pola rekrutmen yang sangat terbuka banyak disesalkan para penyelenggara pendidikan swasta. Karena itulah sejumlah organisasi kemasyarakatan (Ormas) seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Perguruan Taman Siswa, Majelis Nasional Pendidikan Katolik,
dan Majelis Pendidikan Kristen memprotes seraya mengadukan persoalan gaduh seleksi PPPK ke DPR RI.

Fokus

Cegah Kekerasan Seksual Tanpa Basmi Tindak Perzinaan

Setelah lama dinantikan akhirnya DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan
Seksual (RUU TPKS) sebagai RUU inisiatif DPR. Persetujuan ini diambil usai sembilan Fraksi DPR RI menyampaikan pandangan masing-masing dalam Rapat Paripurna DPR RI, di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (18/1/2022). “Apakah RUU usul inisiatif Badan Legislasi DPR RI tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dapat disetujui menjadi RUU usul inisiatif DPR RI?” tanya Ketua DPR RI Puan Maharani. “Setuju,” jawab peserta rapat diikuti ketukan palu sebagai tanda persetujuan. Sebelum dimintai persetujuan oleh Puan,
masing-masing fraksi menyampaikan pandangannya terkait RUU TPKS. Pembahasan RUU TPKS setelah pengesahan ini kemudian akan dilakukan di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Dari sembilan fraksi, diketahui hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) yang tegas menolak RUU TPKS sebagai RUU inisiatif DPR. Juru bicara F-PKS Kurniasih Mufidayati menyatakan, fraksinya menolak RUU TPKS bukan karena tidak setuju atas
perlindungan terhadap korban kekerasan seksual, terutama kaum perempuan.

Laporan Khusus

Menggaungkan Jihad Ekonomi

Gerakan dakwah Muhammadiyah, jihad ekonomi, digaungkan sudah sejak lama. Namun kelajuan ratarata
perekonomian umat sampai saat ini dinilai belum kentara. Bahkan seperti tidak mengalami kemajuan. Hal ini disebabkan oleh lemahnya spirit umat dalam menjalankan jihad ekonomi. Mental pekerja (employee mentality) sudah mengakar dalam tubuh umat, sehingga nilai-nilai entrepreneurship sangat sulit ditanamkan. Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas menyampaikan, Muktamar Muhammadiyah
di Ujung Pandang sudah memutuskan ekonomi dan bisnis sebagai pilar ketiga, setelah bidang sosial, dan sektor pendidikan. Maka secara organisatoris, Muhammadiyah saat ini adalah sebuah gerakan ekonomi. Hal tersebut bermakna bahwa seluruh warga Persyarikatan harus bersatu menegakkan jihad ekonomi.
Sayangnya, minat warga Muhammadiyah dalam bidang ini masih sangat kecil. “Kita warga Muhammadiyah kebanyakan adalah karyawan. Lingkungan kita juga tidak mendukung. Dalam percakapan sehari-hari, kita lebih banyak berbicara tentang politik, persoalan sosial, dan terkait hukum. Sedikit sekali di lingkungan Persyarikatan yang membicaran masalah ekonomi dan bisnis. Kita bukannya tidak sering ketemu. Kita
juga sering berdiskusi. Tetapi dalam pertemuan dan diskusi itu, lebih banyak tentang politik,” ujarnya.
“Kalau di Muhammadiyah ini saya lihat, kalau ada diskusi politik, itu satu jam sebelum acara sudah penuh. Tapi kalau pertemuan ekonomi, satu jam sudah berlalu, acara belum bisa dilaksanakan, karena orangnya belum ada. Jadi lingkungan kita ini tidak mendukung bagi lahirnya entrepreneur,” sambungnya.

Silahkan hubungi Bapak Oqie untuk mendapatkan Majalah MATAN edisi 187